Nama lengkap beliau adalah
Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad
bin al-Hasan.Nama pemberian ayah beliau adalah Abdurrahman,Beliau biasa
dipanggil Abu Zaid dan bergelar Waliuddin,Ibnu Khaldun sendiri merujuk
pada kakek moyangnya yang bernama Khalid bin Utsman adalah keturunan Arab.
sebagai bentuk takzim kepada ketinggian ilmunya menambahkan huruf wawu dan nun pada nama kakek moyangnya itu.Jadilah ia terkenal hingga sekarang dengan sebutan Ibnu Khaldun.Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H,atau tepatnya pada 27 Mei 1332 M.
Keluarga Bani Khaldun diketahui berasal dari daerah Hadramaut,sebuah daerah di selatan jazirah Arab.Bani Khaldun kemudian pindah ke Andalusia dan menetap di Sevilla pada permulaan penyebaran Islam di sana pada sekitar abad ke-9 masehi. Selanjutnya keluarga Bani Khaldun merupakan keluarga terpandang yang memegang jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan dan angkatan perang Bani Umayyah Andalusia,Al-Murabitun (Almoravide),dan Al-Muwahhidun (Almohade).Pada abad ke-13 masehi,ketika Andalusia menjadi republik bangsawan yang feodal,keluarga Bani Khaldun juga memegang peranan penting Pada masa reconquista,keluarga Bani Khaldun menyeberang ke Ceuta di Afrika Utara sebelum akhirnya menetap di Tunisia.
Perpindahan Bani Khaldun ini terjadi pada tahun 1248,namun ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa Bani Khaldun pindah pada 1223.Di Tunis ini ternyata Bani Khaldun juga memainkan peran yang cukup penting dalam pemerintahan.Muhammad Ibn Muhammad,kakek Ibnu Khaldun berprofesi sebagai seorang Hajib (kepala rumah tangga istana) dinasti Hafsh.la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana,berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H),pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunisia,menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad,tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya,kakek Ibnu Khaldun menekuni ilmu-ilmu keagamaan beliau wafatnya pada 1337 M.Berada dalam lingkuangan dan keluarga terpelajar seperti inilah Abdurrahman atau Ibnu Khaldun lahir dan tumbuh ini membawa pengaruh besar kepada perkembangan Ibnu Khaldun.Ibnu Khaldun muda,seperti halnya pemuda-pemuda Arab lainnya mendapatkan pengajaran tradisional langsung dari sang ayah.Pertama-tama Ibnu Khaldun mempelajari Al-Qur’an dan menghafalnya,Ibnu Khaldun juga mempelajari macam-macam qira’at untuk Al-Qur’an,ilmu tata bahasa dan syair,dan beliau juga mempelajari hukum,Ibnu Khaldun juga amat antusias mempelajari tafsir,hadits,usul fiqih,tauhid,fiqih madzhab Maliki,fisika dan matematika.
sebagai bentuk takzim kepada ketinggian ilmunya menambahkan huruf wawu dan nun pada nama kakek moyangnya itu.Jadilah ia terkenal hingga sekarang dengan sebutan Ibnu Khaldun.Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H,atau tepatnya pada 27 Mei 1332 M.
Keluarga Bani Khaldun diketahui berasal dari daerah Hadramaut,sebuah daerah di selatan jazirah Arab.Bani Khaldun kemudian pindah ke Andalusia dan menetap di Sevilla pada permulaan penyebaran Islam di sana pada sekitar abad ke-9 masehi. Selanjutnya keluarga Bani Khaldun merupakan keluarga terpandang yang memegang jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan dan angkatan perang Bani Umayyah Andalusia,Al-Murabitun (Almoravide),dan Al-Muwahhidun (Almohade).Pada abad ke-13 masehi,ketika Andalusia menjadi republik bangsawan yang feodal,keluarga Bani Khaldun juga memegang peranan penting Pada masa reconquista,keluarga Bani Khaldun menyeberang ke Ceuta di Afrika Utara sebelum akhirnya menetap di Tunisia.
Perpindahan Bani Khaldun ini terjadi pada tahun 1248,namun ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa Bani Khaldun pindah pada 1223.Di Tunis ini ternyata Bani Khaldun juga memainkan peran yang cukup penting dalam pemerintahan.Muhammad Ibn Muhammad,kakek Ibnu Khaldun berprofesi sebagai seorang Hajib (kepala rumah tangga istana) dinasti Hafsh.la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana,berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H),pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunisia,menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad,tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya,kakek Ibnu Khaldun menekuni ilmu-ilmu keagamaan beliau wafatnya pada 1337 M.Berada dalam lingkuangan dan keluarga terpelajar seperti inilah Abdurrahman atau Ibnu Khaldun lahir dan tumbuh ini membawa pengaruh besar kepada perkembangan Ibnu Khaldun.Ibnu Khaldun muda,seperti halnya pemuda-pemuda Arab lainnya mendapatkan pengajaran tradisional langsung dari sang ayah.Pertama-tama Ibnu Khaldun mempelajari Al-Qur’an dan menghafalnya,Ibnu Khaldun juga mempelajari macam-macam qira’at untuk Al-Qur’an,ilmu tata bahasa dan syair,dan beliau juga mempelajari hukum,Ibnu Khaldun juga amat antusias mempelajari tafsir,hadits,usul fiqih,tauhid,fiqih madzhab Maliki,fisika dan matematika.
Ibnu Khaldun belajar dari para
cendekiawan di Tunisia.Di antara para guru beliau adalah Abu Abdillah Muhrnas
Ibn Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam
qira’at;Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab;Abu ‘Abdillah
Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra;Abu
Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu fiqh;dan masih
banyak lagi gurunya. Yang mengagumkan dari Ibnu Khaldun adalah kedalaman
wawasannya dalam berbagai bidang ilmu yang ia pelajari.selama kurang lebih 18
tahun beliau menuntut berbagai macam ilmu,Terhitung sejak kelahirannya pada
1332 hingga 1350.pada usia 18 tahun Ibnu Khaldun mulai memasuki dunia politik.Inilah
pengalaman pertama Ibnu Khaldun di pemerintahan sebagai Sahib al-Alamah
(penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtan di
Tunis.
Sejak awal terjun ke dunia
politik praktis,Ibnu Khaldun seringkali berpindah-pindah tempat,Semula ia
bekerja di Fez,lalu ke Granada,Baugie,Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu
antara 1350-1382 M.
sebagai Sahib al-Alamah ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun,kemudian ia berkelana menuju Biskara.Kemudian pada tahun 1354 Ibnu Khaldun pindah ke Maroko menetap di Fez,Penguasa Fez,Sultan Abu Inan ketika itu mengangkatnya menjadi sekretaris sultan.
sebagai Sahib al-Alamah ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun,kemudian ia berkelana menuju Biskara.Kemudian pada tahun 1354 Ibnu Khaldun pindah ke Maroko menetap di Fez,Penguasa Fez,Sultan Abu Inan ketika itu mengangkatnya menjadi sekretaris sultan.
Selama 8 tahun Ibnu Khaldun
menetap di Fez,Sultan Abu Inan menuduhnya berkhianat dan berkomplot dengan Abu
Abdillah Muhammad dari Bani Hafsh.Akhirnya ia pergi ke Spanyol dan sampai di
Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.Beliau diterima dengan baik oleh
penguasa Granada,Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf.Setahun kemudian mulailah
beliau menjalankan tugas barunya sebagai diplomat.Ibnu Khaldun di utus kepada Raja
Pedro El Cruel,penguasa Sevilla.Di Sevilla inilah beliau melihat apa yang
beliau sebut “peninggalan-peninggalan kekuasaan nenek moyang saya”.Karena
dinilai cakap,Raja Pedro menawarkan tanah-tanah“nenek moyangnya” asalkan beliau
mau bekerja kepada raja,Ibnu Khaldun menolak tawaran tersebut.
Lagi-lagi aktivitas politik Ibnu
Khaldun menimbulkan kecemburuan di dalam istana Granada.Untuk menghindari
konflik lebih jauh,Ibnu Khaldun mengundurkan diri dan kembali ke Afrika
bersama-sama keluarganya.
beliau pindah ke perdi Bougi,Aljazair.Penguasa Bougi
kemudian mengangkatnya menjadi perdana menteri.Di sini beliau sempat memimpin
pasukan-pasukan kecil untuk memadamkan kerusuhan-kerusuhan yang ditimbulkan
oleh suku barbar.
Setelah malang melintang di dunia
politik,pada tahun 1375 menjadi tahun yang amat penting bagi beliau,beliau
melepaskan semua jabatan resmi pemerintahan kemudian bersama-sama keluarganya
menetap di istana Qal’at Ibnu Salamah di dekat Oran.Di sinilah beliau
berkhalwat dan selama empat tahun berikutnya beliau fokuskan pikirannya untuk
menyelesaikan karya besarnya,Muqaddimah dan kitab Al-I’bar wa Diwanul
Mubtada’wal Khabar fi Ayamul ‘Arab wal A’jam wal Barbar.
Karena kebutuhan akan bahan-bahan
penyusun karyanya itu,Ibnu Khaldun memutuskan kembali ke kampung halamannnya,Tunisia,pada 1378. Di Tunisia ini beliau kembali lagi belajar dan sekaligus juga
mengajar.Pada 1382 Ibnu Khaldun berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah
haji.beliau singgah sementara di kota Iskandaria di Mesir.
Di kota inilah beliau
tertarik untuk menetap dan mengajar di Universitas Al-Azhar.karya besarnya,Muqaddimah, lebih dulu terbit di Mesir.Beliau tiba pada tanggal 6 Januari 1383.Pada
waktu itu Dinasti Mamluk sedang perkasa di Mesir dan keadaan politik di sana
pun stabil.Selama 20 tahun terakhir hidupnya Ibnu Khaldun menghabiskannya di
Mesir ini. Beliau menjadi pengajar di Universitas Al-Azhar dan juga sebagai
hakim tinggi di Mahkamah Agung.Ibnu Khaldun juga memberikan kuliahnya di
lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Mesir,seperti Universitas al-Azhar,Sekolah
Tinggi Hukum Qamhiyah,Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah.Beliau
mengajar di bidang fiqih,hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi
yang telah ditulisnya dalam Muqaddimah.Selain dunia akademik,Ibnu Khaldun juga
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum.8 Agustus 1384,beliau
diangkat oleh Sultan Al-Zhahir Barqa,sebagai hakim agung Madzab Maliki pada
mahkamah Mesir.Ketika menjabat sebagai hakim agung inilah beliau mereformasi
lembaga hukum yang saat itu banyak dipenuhi korupsi.Tindakannya ini tentu saja
membawa dampak serius bagi dirinya.Sekali lagi Ibnu Khaldun harus berhadapan
dengan orang-orang yang iri dan menyebarkan preseden buruk atas dirinya sampai
akhirnya beliau memilih mengundurkan diri.
Pada 1387 Ibnu Khaldun
melaksanakan ibadah haji dan ketika beliau kembali ke Mesir diangkat lagi
sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj,putera Sultan
Burquq.Tahun 1400 Beliau beserta beberapa hakim dan ahli hukum lainnya dikirim
oleh sultan Mamluk ke Damaskus yang saat itu terancam oleh serbuan Timur Lenk,namun
Tentara Mesir yang mempertahankan Damaskus dapat dihancurkan oleh pasukan Tartar
dan terpaksa mundur serta Ibnu Khaldun tertangkap dan ditahan sebagai sandera
untuk negosiasi penyerahan kota Damaskus kepada Timur Lenk.
Namun Ibnu Khaldun,yang punya
segunung pengalaman politik tentu memiliki siasat untuk menghadapi Timur Lenk.Timur
Lenk sendiri tertarik pada pengetahuan dan kharisma yang dimiliki Ibnu Khaldun,Timur
Lenk mengajak beliau membahas soal-soal Afrika.Beliau sendiri mengambil
kesempatan untuk melengkapi studinya tentang sejarah bangsa Tartar dan Mongol
baru.Berkat agitasi dan lobi-lobinya,Ibnu Khaldun akhirnya berhasil
menyelamatkan sejumlah orang-orang terkemuka.Begitu kembali ke Mesir beliau
kembali diserahi jabatan hakim agung dan menjabat hakim agung ini hingga akhir
hayatnya Beliau wafat pada bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan
808 H./19 Maret 1406 M.
Karya-karya
Ibnu Khaldun & Pengaruhnya
Ibnu Khaldun dikenal sebagai
sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al-Qur’an sejak usia dini.
Sebagai ahli politik Islam,ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena
pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh
telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo
(1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya.Bahkan ketika memasuki usia
remaja,tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.Tulisan-tulisan dan
pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam,pengamatan
terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang
luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas
pula.
Tahun 1375 menjadi saat yang
penting dalam hidup Ibnu Kholdun. Setelah bergelut dalam aktivitas politik
selama kurang lebih 25 tahun,beliau mulai mengundurkan diri dari hiruk-pikuk
dunia politik dan memulai kembali aktivitas intelektualnya.Dalam masa 4 tahun,sejak 1375 hingga 1378 beliau memfokuskan dirinya menyelesaikan naskah kitab
Al-I’bar yang telah beliau siapkan sebelumnya. Dengan riset-riset yang
terperinci dan mendalam akhirnya selesailah kitab sejarah itu dalam 7 jilid
dengan judul baru Al-I’bar wa Diwanul Mubtada’wal Khabar fi Ayamul ‘Arab wal
A’jam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Dan bagian
pendahuluannya yang sekarang kita kenal dengan Muqaddimah Ibnu Khaldun karya
yang monumental dan sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu sosial dan terus
dikaji hingga kini.
Kitab ini pada tahun 1863
diterjemahkan oleh De Slane ke dalam bahasa Prancis dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.Setelah itu menjelang akhir abad ke-19 rumusan-rumusan Ibnu Khaldun dalam kitab
ini banyak memengaruhi pemikiran para sosiolog Jerman dan Austria. Karya-karya
lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya,At-Ta’riif bi Ibn
Khaldun (sebuah kitab autobiografi,catatan dari kitab sejarahnya), Lubab
al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan
pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar
al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Orang Yunani menyebut karya Ibnu
Khaldun itu sebagai Prolegomena.Sejumlah pemikir sepakat bahwa Muqaddimah
adalah karya pertama yang mengkaji filsafat
sejarah, ilmu-ilmu sosial,demografi,histografi serta sejarah budaya. IM
Oweiss dalam karyanya bertajuk Ibn Khaldun: A fourteenth-Century Economist
menilai,Muqaddimah merupakan salah satu buku perintis ekonomi modern.
Ibnu Khaldun dalam adikaryanya itu juga membedah dan
mengupas masalah teologi Islam.Yang lebih menarik lagi,Ibnu
Khaldun pun membahas sains atau ilmu pengetahuan alam dalam kitabnya yang sangat
populer itu.Secara khusus,Ibnu Khaldun mengupas tentang studi biologi dan
kimia dalam bab tersendiri mengenai ilmu pengetahuan alam.
Selain itu,Ibnu Khaldun juga
membahas penciptaan dunia.Menurut dia,makhluk hidup berawal dari sebuah
mineral kemudian berkembang dan berakal. Secara bertahap, kemudian berubah
menjadi tanaman dan hewan. "Tahap terakhir mineral ''terhubung'' dengan
tahap pertama dari tanaman, seperti tumbuhan dan tanaman tak berbiji,'' tutur
Ibnu Khaldun.Tahap terakhir tanaman,lanjut dia, seperti pohon kelapa dan
tumbuhan yang merambat (pohon anggur),terhubung dengan tahap pertama binatang,seperti keong (siput) dan kerang yang hanya memiliki kekuatan sentuh.
Menurut Ibnu Khaldun, dunia
binatang kemudian semakin meluas menjadi berbagai jenis. Dalam proses
penciptaan bertahap, hewan/binatang akhirnya mengarah ke bentuk manusia,yang
mampu berpikir dan mengartikan."Tahap tertinggi manusia dicapai dari
dunia kera,dimana kedua kecerdasan dan persepsi ditemukan,namun belum
mencapai tahap refleksi dan berpikir sebenarnya," tutur Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun ternyata seorang penganut
determinisme lingkungan.Dia menjelaskan bahwa kulit hitam itu disebabkan oleh
iklim panas dari gurun Sahara Afrika dan bukan karena keturunan. "Dia
justru menghalau teori Hamitic,di mana anak-anak Ham yang dikutuk oleh makhluk
hitam, sebagai mitos," jelas Chouki El Hameldalam karyanya Race, slavery and Islam in Maghribi
Mediterranean thought:the question of the Haratin in Morocco.
Menurut George Anawati,dalam
bidang kimia,Ibnu Khaldun adalah seorang kritikus praktik kimia pada dunia
Islam. "Dalam bab 23 berjudul Fi 'Ilm al-kimya, ia membahas sejarah kimia,
yang dilihat dari ahli kimia seperti Jabir ibnu Hayyan (721-815 M), dan teori
dari perubahan logam dan elixir (obat yang mujarab) kehidupan. "ungkap
Anawati dalam karyanya Arabic Alchemy.
Anawati menambahkan dalam bab
26 Kitab Muqaddimah yang berjudul
thamrat Fi inkar al-kimya wa istihalat wujudiha wa ma yansha min
al-mafasid, Khadlun menulis sebuah sanggahan sistematis tentang
kimia dalam sosial,ilmiah, filosofis dan dasar agama.
"Dia mengawali sanggahan
pada dasar sosial,argumentasi bahwa banyak ahli kimia yang mampu mendapatkan
penghasilan dari hidup karena pemikiran yang menjadi kaya melalui kimia dan
akhirnya kehilangan kredibilitas," papar Anawati.
Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa
beberapa ahli kimia terpaksa melakukan penipuan,baik secara terbuka dengan
menggunakan sedikit lapisan emas/perak di atas perak/perhiasan tembaga
maupun secara diam-diam menggunakan prosedur yang melapisi pemutihan tembaga
dengan menyublimasi raksa.Meski begitu,ia mengakui bahwa ada saja ahli kimia
yang jujur.
Ibnu Khaldun juga mengkritisi
pandangan dan teori tenteng kimia yang dicetuskan al-Farabi,Ibnu Sina dan Al-Tughrai.
"Ilmu pengetahuan manusia tak berdaya bahkan untuk
Dibalik
Penulisan Muqaddimah
lbnu Khaldun adalah seorang
ilmuwan besar yang terlahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 atau 1 Ramadhan 732
H.Ia bernama lengkap Waliuddin Abdurrahman
bin Muhammad Ibn Khaldun Al-Hadrami Al-Ishbili.Selain dikenal sebagai pemikir
hebat,ia juga seorang politikus kawakan.
Setelah mundur dari percaturan
politik praktis,Ibnu Khaldun bersama keluarganya memutuskan untuk menyepi di
Qalat Ibnu Salamah,sebuah istana yang terletak di negeri Banu Tajin,selama
empat tahun. Selama masa kontemplasi itulah,Ibnu Khaldun menyelesaikan
penulisan karyanya yang sangat fenomenal bertajuk Al-Muqaddimah.
''Dalam pengunduran diri inilah
saya merampungkan Al-Muqaddimah,sebuah karya yang seluruhnya orisinal dalam
perencanaannya dan saya ramu dari hasil penelitian luas yang terbaik,"
ungkap Ibnu Khaldun dalam biografinya yang berjudul Al-Tarif bi Ibn-Khaldun wa
Rihlatuhu Gharban wa Sharqan.
Buah pikir Ibnu Khaldun itu
begitu memukau,Tak heran, jika ahli sejarah Inggris,Arnold J Toynbee
menganggap Al-Muqaddimah sebagi karya terbesar dalam jenisnya sepanjang
sejarah.Menurut Ahmad Syafii Maarif dalam
bukunya berjudul Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur,salah
satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip adalah:Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tapi adalah produk
kebiasaan-kebiasaan sosial."
Secara garis besar,Tarif Khalidi
dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian
utama. Pertama,membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para
sejarawan Arab-Muslim. Kedua,Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur.
Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut
merupakan dasar bagi pemahaman sejarah Ketiga, mengupas lembaga-lembaga dan
ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya
sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul al-Ibar,kenyataannya
Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Pasalnya,seluruh bangunan
teorinya tentang ilmu sosial,kebudayaan,dan sejarah termuat dalam kitab itu.Dalam buku itu Ibnu Khaldun diantara menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah
melalui pengujian-pengujian yang kritis.
''Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah
menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng,"papar Syafii Maarif.Bermodalkan pengalamannya yang malang-melintang di dunia
politik pada masanya,Ibnu Khaldun mampu menulis Al-muqaddimah dengan jernih.Dalam kitabnya itu,Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum
kemasyarakatan dan perubahan sosial.
Menurut Charles Issawi dalam An
Arab Philosophy of History,lewat Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana
pertama yang menyatakan dengan jelas,sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar sosiologi.Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun
mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain;"Masyarakat tidak statis,bentuk-bentuk soisal berubah dan berkembang."
Pemikiran Ibnu Khaldun telah
memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat.Jauh,sebelum Aguste
Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi keintelektualan positivisme
Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu
Khaldun (1332-1406).
Dalam metodeloginya, Ibnu Khaldun
mengutamakan data empirik,verifikasi teoritis, pengujian hipotesis,dan metode
pemerhatian.Semuanya merupakan dasar pokok penelitian keilmuan Barat dan
dunia,saat ini. "Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha
merumuskan hukum-hukum sosial,"papar Ilmuwan asal Jerman,Heinrich Simon
Ibn Khaldun,nama ini begitu
mashur dikalangan pemikir dan Ilmuwan Barat.Ia adalah pemikir dan Ilmuwan
Muslim yang pemikiranya dianggap murni dan baru pada zamannya. Tak heran
ide-idenya tentang masyarakat Arab seperti yang tertuang dalam buku
fenomenalnya“muqaddimah”dianggap sebagai bibit dari kelahiran Ilmu Sosiologi.
Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda dari
penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan
Filsafat Sejarah seperti yang ada sekarang. Kehidupannya yang malang melintang
di Tunisia (Afrika) dan Andalusia,serta hidup dalam dunia politik tak ayal
mendukung pemikirannya tentang Politik serta Sosiologi tajam dan mampu
memberikan sumbangsih yang besar pada Ilmu Pengetahuan.
Asal Mula Negara (daulah)
Menurut Ibnu Khaldun manusia
diciptakan sebagai makhluk politik atau sosial,yaitu makhluk yang selalu
membutuhkan orang lain dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya
dengan masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (dharury)
(Muqaddimah: 41). Pendapat ini agaknya mirip dengan pendapat Al-Mawardi dan Abi
Rabi’.Lebih lanjut,manusia hanya mungkin bertahan untuk hidup dengan bantuan
makanan.Sedang untuk memenuhi makanan yang sedikit dalam waktu satu hari saja
memerlukan banyak pekerjaan.Sebagai contoh dari butir-butir gandum untuk
menjadi potongan roti memerlukan proses yang panjang.Butir-butir gandum
tersebut harus ditumbuk dulu untuk kemudian dibakar sebelum siap untuk
dimakan,dan untuk semuanya itu dibutuhkan alat-alat yang untuk mengadakannya
membutuhkan kerjasama dengan pandai kayu atau besi.Begitu juga gandum-gandum
yang ada,tidak serta merta ada, tetapi dibutuhkan seorang petani.Artinya,manusia dalam mempertahankan hidupnya dengan makanan membutuhkan manusia yang
lain.(Muqaddimah: 42).Selain kebutuhan makanan untuk mempertahankan hidup,menurut Ibn Khaldun manusia memerlukan bantuan dalam hal pembelaan diri
terhadap ancaman bahaya.Hal ini karena Allah ketika menciptakan alam semesta telah
membagi-bagi kekuatan antara makhluk-makhluk hidup, bahkan banyak hewan-hewan
yang mempunyai kekuatan lebih dari yang dimiliki oleh manusia. Dan watak
agresif adalah sesuatu yang alami bagi setiap makhluk.Oleh karenanya Allah
memberikan kepada masing-masing makhluk hidup suatu anggota badan yang khusus
untuk membela diri.Sedang manusia diberikan akal atau kemampuan berfikir dan
dua buah tangan oleh Tuhan.Dengan akal dan tangan ini manusia bisa
mempertahankan hidup dengan berladang, ataupun melakukan kegiatan untuk
mempertahankan hidup lainya.Tetapi sekali lagi untuk mempertahankan hidup
tersebut manusia tetap saling membutuhkan bantuan dari yang lainnya,sehingga
organisasi kemasyarakatan merupakan sebuah keharusan.Tanpa organisasi tersebut
eksistensi manusia tidak akan lengkap, dan kehendak Tuhan untuk mengisi dunia
ini dengan ummat manusia dan membiarkannya berkembang biak sebagai khalifah
tidak akan terlaksana (Muqaddimah: 43). Setelah organisasi masyarakat
terbentuk,dan inilah peradaban,maka masyarakat memerlukan seseorang yang
dengan pengaruhnya dapat betindak sebagai penengah dan pemisah antara anggota
masyarakat. Ini karena manusia mempunyai watak agresif dan tidak adil,sehingga
dengan akal dan tangan yang diberikan Tuhan padanya tidak memungkinkan untuk
mempertahankan diri dari serangan manusia yang lain karena setiap manusia
mempunyai akal dan tangan pula.Untuk itulah diperlukan sesuatu yang lain untuk
menangkal watak agresif manusia terhadap lainnya. Ia adalah seseorang dari
masyarakat itu sendiri, seorang yang berpengaruh kuat atas anggota masyarakat,
mempunyai otoritas dan kekuasaan atas mereka sebagai pengendali / wazi’ (الوازع). Dengan
demikian tidak akan ada anggota masyarakat yang menyerang sesama anggota
masyarakat lain.Kebutuhan akan adanya seseorang yang mempunyai otoritas dan
bisa mengendalikan ini kemudian meningkat.Didukung dengan rasa kebersamaan
yang terbentuk bahwa seorang pemimpin (rais) dalam mengatur dan menjadi
penengah tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan tentara yang kuat dan
loyal,perdana Menteri,serta pembantu-pembantu yang lain hingga terbentuklah
sebuah Dinasti (daulah) atau kerajaan (mulk).(Muqaddimah: 139).Pemikiran Ibn
Khaldun dalam hal ini agaknya mirip dengan yang dikemukakan oleh Aristoteles,Farabi,Ibn Abi Rabi’,al-Mawardi.Sehingga pemikirannya dalam hal ini bukan
hal baru,meskipun ia sendiri mengatakan bahwa teorinya ini adalah yang baru.Tetapi yang membedakannya bahwa penelitian yang dilakukan Ibn Khaldun dalam
Muwaddimahnya bukan sekadar kajian filososif,melainkan kajian yang berdasarkan
pada pengamatan Inderawi dan analisis perbandingan data-data yang obyektif,
sebagai upaya untuk memahami manusia pada masa lampau dan kini untuk meramalkan
masa depan dengan berbagai kecenderungannya.Sosiologi Masyarakat: Peradaban
Badui, Orang Kota, dan Solidaritas Sosial.Selain apa yang telah dipaparkan
di atas,Ibn Khaldun berpendapat bahwa ada faktor lain pembentuk Negara
(daulah),yaitu ‘ashabiyah (العصبـيّة).Teorinya tentang
‘ashabiyah inilah yang melambungkan namanya dimata para pemikir modern, teori
yang membedakannya dari pemikir Muslim lainnya.‘Ashabiyah mengandung makna
Group feeling,solidaritas kelompok, fanatisme kesukuan,nasionalisme atau
sentimen sosial. Yaitu cinta dan kasih sayang seorang manusia kepada saudara
atau tetangganya ketika salah satu darinya diperlakukan tidak adil atau
disakiti.Ibn Khaldun dalam hal ini memunculkan dua kategori sosial fundamental
yaitu Badawah (بداوة) (komunitas pedalaman,masyarakat
primitif,atau daerah gurun) dan Hadharah (حضارة) (kehidupan
kota, masyarakat beradab).Keduanya merupakan fenomena yang alamiah dan Niscaya
(dharury) (Muqaddimah: 120).Penduduk kota menurutnya banyak berurusan dengan
hidup enak.Mereka terbiasa hidup mewah dan banyak mengikuti hawa nafsu.Jiwa
mereka telah dikotori oleh berbagai macam akhlak tercela.Sedangkan orang-orang
Badui, meskipun juga berurusan dengan dunia,namun masih dalam batas kebutuhan,dan bukan dalam kemewahan,hawa nafsu dan kesenangan (Muqaddimah: 123).Daerah
yang subur berpengaruh terhadap persoalan agama.Orang-orang Badui yang hidup
sederhana dibanding orang-orang kota serta hidup berlapar-lapar dan
meninggalkan makanan yang mewah lebih baik dalam beragama dibandingkan dengan
orang yang hidup mewah dan berlebih.Orang-orang yang taat beragama sedikit
sekali yang tinggal di kota-kota karena kota telah dipenuhi kekerasan dan masa
bodoh.Oleh karena itu,sebagian orang yang hidup di padang pasir adalah orang
zuhud.Orang Badui lebih berani daripada penduduk kota.Karena penduduk kota
malas dan suka yang mudah-mudah.Mereka larut dalam kenikmatan dan kemewahan.Mereka mempercayakan urusan keamanan diri dan harta kepada penguasa. Sedangkan
orang Badui hidup memencilkan diri dari masyarakat. Mereka hidup liar di
tempat-tempat jauh di luar kota dan tak pernah mendapatkan pengawasan tentara.Karena itu,mereka sendiri yang mempertahankan diri mereka sendiri dan tidak
minta bantuan pada orang lain (Muqaddimah: 125).Untuk bertahan hidup
masyarakat pedalaman harus memiliki sentimen kelompok (‘ashabiyyah) yang
merupakan kekuatan pendorong dalam perjalanan sejarah manusia,pembangkit suatu
klan. Klan yang memiliki ‘ashabiyyah kuat tersebut dapat berkembang menjadi
sebuah negeri (Muqaddimah: 120).Sifat kepemimpinan selalu dimiliki orang yang
memiliki solidaritas sosial.Setiap suku biasanya terikat pada keturunan yang
bersifat khusus (khas) atau umum (‘aam). Solidaritas pada keturunan yang
bersifat khusus ini lebih mendarah-daging daripada solidaritas dari keturunan yang
bersifat umum.Oleh karena itu, memimpin hanya dapat dilaksanakan dengan
kekuasaan. Maka solidaritas sosial yang dimiliki oleh pemimpin harus lebih kuat
daripada solidaritas lain yang ada,sehingga dia memperoleh kekuasaan dan
sanggup memimpin rakyatnya dengan sempurna. Solidaritas sosial menjadi syarat
kekuasaan (Muqaddimah: 131).Di dalam memimpin kaum,harus ada satu solidaritas
sosial yang berada di atas solidaritas sosial masing-masing individu. Sebab,
apabila solidaritas masing-masing individu mengakui keunggulan solidaritas
sosial sang pemimpin,maka akan siap untuk tunduk dan patuh mengikutinya
(Muqaddimah: 132). Bangsa-bangsa liar lebih mampu memiliki kekuasaan daripada
bangsa lainnya.Kehidupan padang pasir merupakan sumber keberanian.Tak ayal lagi,suku liar lebih berani dibanding yang lainnya. Oleh karena itulah,mereka lebih
mampu memiliki kekuasaan dan merampas segala sesuatu yang berada dalam
genggaman bangsa lain.Sebabnya,adalah karena kekuasaan dimiliki melalui
keberanian dan kekerasan. Apabila di antara golongan ini ada yang lebih hebat
terbiasa hidup di padang pasir dan lebih liar,dia akan lebih mudah memiliki
kekuasaan daripada golongan lain (Muqaddimah: 138).Pendapat Ibn khaldun dalam
hal ini tidak mengherankan,karena beliau melakukan penelitian pada masyarakat
‘Arab dan Barbar khususnya yang memang menjalani kehidupan sukar dipadang
pasir. Tujuan terakhir solidaritas adalah kedaulatan.Karena solidaritas sosial
itulah yang mempersatukan tujuan;mempertahankan diri dan mengalahkan musuh.Begitu solidaritas sosial memperoleh kedaulatan atas golongannya,maka ia akan
mencari solidaritas golongan lain yang tak ada hubungan dengannya.Jika
solidaritas sosial itu setara,maka orang-orang yang berada di bawahnya akan
sebanding. Jika solidaritas sosial dapat menaklukan solidaritas lain,keduanya
akan bercampur yang secara bersama-sama menuntun tujuan yang lebih tinggi dari
kedaulatan.Akhirnya,apabila suatu negara sudah tua umurnya dan para
pembesarnya yang terdiri dari solidaritas sosial sudah tidak lagi mendukungnya,
maka solidaritas sosial yang baru akan merebut kedaulatan negara.Bisa juga
ketika negara sudah berumur tua,maka butuh solidaritas lain.Dalam situasi
demikian, negara akan memasukkan para pengikut solidaritas sosial yang kuat ke
dalam kedaulatannya dan dijadikan sebagai alat untuk mendukung negara.Inilah
yang terjadi pada orang-orang Turki yang masuk ke kedaulatan Bani Abbas
(Muqaddimah: 139-140). Aka tetapi hambatan jalan mencapai kedaulatan adalah
kemewahan. Semakin besar kemewahan dan kenikmatan mereka semakin dekat mereka
dari kehancuran,bukan tambah memperoleh kedaulatan. Kemewahan telah
menghancurkan dan melenyapkan solidaritas sosial. Jika suatu negara sudah
hancur, maka ia akan digantikan oleh orang yang memiliki solidaritas yang
campur di dalam solidaritas sosial (Muqaddimah: 140). Menurut Ibn Khaldun
apabila suatu bangsa itu liar, kedaulatannya akan sangat luas. Karena bangsa
yang demikian lebih mampu memperoleh kekuasaan dan mengadakan kontrol secara
penuh dalam menaklukan golongan lain (Muqaddimah: 145). Tujuan akhir dari
solidaritas sosial (‘ashabiyyah) adalah kedaulatan. ‘Ashabiyyah tersebut
terdapat pada watak manusia yang dasarnya bisa bermacam-macam; ikatan darah
atau persamaan keTuhanan, tempat tinggal berdekatan atau bertetangga,
persekutuan atau aliansi, dan hubungan antara pelindung dan yang dilindungi.
Khusus bangsa Arab menurut Ibn Khaldun, persamaan Ketuhananlah yang membuat
mereka berhasil mendirikan Dinasti. Sebab menurutnya, Bangsa Arab adalah Bangsa
yang paling tidak mau tunduk satu sama lain, kasar, angkuh, ambisius dan
masing-masing ingin menjadi pemimpin. ‘Ashabiyyah yang ada hanya ‘ashabiyyah
kesukuan/qabilah yang tidak memungkinkan mendirikan sebuah dinasti karena sifat
mereka. Hanya karena Agama yang dibawa oleh Nabi mereka akhirnya bisa
dipersatukan dan dikendalikan (Muqaddimah: 151). Tetapi menurutnya pula, bahwa
motivasi Agama saja tidak cukup sehingga tetap dibutuhkan solidaritas kelompok
(‘ashabiyyah). Agama dapat memperkokoh solidaritas kelompok tersebut dan
menambah keampuhannya, tetapi tetap ia membutuhkan motivasi-mativasi lain yang
bertumpu pada hal-hal diluar Agama (Muqaddimah: 159). Homogenitas juga
berpengaruh dalam pembentukan sebuah Dinasti yang besar. Adalah jarang sebuah
Dinasti dapat berdiri di kawasan yang mempunyai beragam aneka suku, sebab dalam
keadaan demikian masing-masing suku mempunyai kepentingan, aspirasi, dan
pandangan yang berbeda-beda sehingga kemungkinan untuk membentuk sebuah Dinasti
yang besar merupakan hal yang sulit. Hanya dengan hegemonitas akan menimbulkan
solidaritas yang kuat sehingga tercipta sebuah Dinasti yang besar (Muqaddimah:
163).Dalam kaitannya tentang ‘ashabiyyah, Ibn Khaldun menilai bahwa seorang
Raja haruslah berasal dari solidaritas kelompok yang paling dominan. Sebab
dalam mengendalikan sebuah negara,menjaga ketertiban, serta melindungi negara
dari ancaman musuh baik dari luar maupun dalam dia membutuhkan dukungan,
loyalitas yang besar dari rakyatnya. Dan hal ini hanya bisa terjadi jika ia
berasal dari kelompok yang dominan.
Khilafah, Imamah, Sulthanah
Khilafah, Imamah, Sulthanah
Khilafah menurut Ibn Khaldun
adalah pemerintahan yang berlandaskan Agama yang memerintahkan rakyatnya sesuai
dengan petunjuk Agama baik dalam hal keduniawian atau akhirat.Maka
pemerintahan yang dilandaskan pada Agama disebut dengan Khilafah, Imamah atau
Sulthananh. Sedang pemimpinnya disebut Khalifah,Imam atau Sulthan. Khilafah
adalah pengganti Nabi Muhammad dengan tugas mempertahankan agama dan
menjalankan kepemimpinan dunia.Lembaga imamah adalah wajib menurut hukum
agama, yang dibuktikan dengan dibai’atnya Abu Bakar sebagai khalifah.Tetapi
ada juga yang berpendapat,imamah wajib karena akal/ perlunya manusia terhadap
organisasi sosial. Namun hukum wajibnya adalah fardhu kifayah (Muqaddimah: 191-193).Ibn Khaldun sendiri menetapkan 5 syarat bagi khalifah, Imam, ataupun Sulthan,
yaitu:
1. Memiliki pengetahuan.
2. Memiliki sifat ‘adil.
3. Mempunyai kemampuan.
4. Sehat Panca indera dan badannya.
5. Keturunan Quraisy.
Berdasarkan teori ‘ashabiyah, Ibn Khaldun berpendapat sama dengan Pemikir Muslim sebelumnya tentang keutamaan keturunan Quraisy.Ia mengemukakan bahwa orang-orang Quraisy adalah pemimpin-pemimpin terkemuka,original dan tampil dari bani Mudhar. Dengan jumlahnya yang banyak dan solidaritas kelompoknya yang kuat,dan dengan keanggunannya suku Quraisy memiliki wibawa yang tinggi.Maka tidak heran jika kepemimpinan Islam dipercayakan kepada mereka, sebab seluruh bangsa Arab mengakui kenyataan akan kewibawaannya, serta mereka hormat pada keunggulan suku Quraisy. Dan jika kepemimpinan dipegang oleh suku lain,maka yang terjadi adalah pembangkangan serta berujung pada kehancuran.Padahal Nabi menginginkan persatuan, solidaritas, dan persaudaraan (Muqaddimah: 194).Tetapi menurut Ibn Khaldun hal ini jangan diartikan bahwa kepemimpinan itu dimonopoli oleh suku Quraisy,atau syarat keturunan Quraisy didahulukan daripada kemampuan.Ini hanya didasarkan pada kewibawaan dan solidaritas yang tinggi pada suku Quraisy pada saat itu,hingga ketika suku Quraisy telah dalam keadaan tidak berwibawa atau ada suku lain yang mempunyai ‘ashabiyyah yang tinggi dan kebibawaan yang tinggi dan juga kepemimpinan dari suku Quraisy sudah tidak dapat lagi diharapkan,maka kepemimpinan dapat berpindah kesuku atau kelompok lain yang mempunyai kewibawaan,solidaritas,dan kemampuan yang lebih.Pemikiran Ibn Khaldun dalam hal ini mirip dengan pemikiran Al-Mawardi ataupun Ghazali,bahwa khalifah haruslah dari golongan Quraisy. Tetapi Ibn Khaldun merealisasikannya dengan teori ‘Ashabiyyah seperti dijelaskan di atas.
1. Memiliki pengetahuan.
2. Memiliki sifat ‘adil.
3. Mempunyai kemampuan.
4. Sehat Panca indera dan badannya.
5. Keturunan Quraisy.
Berdasarkan teori ‘ashabiyah, Ibn Khaldun berpendapat sama dengan Pemikir Muslim sebelumnya tentang keutamaan keturunan Quraisy.Ia mengemukakan bahwa orang-orang Quraisy adalah pemimpin-pemimpin terkemuka,original dan tampil dari bani Mudhar. Dengan jumlahnya yang banyak dan solidaritas kelompoknya yang kuat,dan dengan keanggunannya suku Quraisy memiliki wibawa yang tinggi.Maka tidak heran jika kepemimpinan Islam dipercayakan kepada mereka, sebab seluruh bangsa Arab mengakui kenyataan akan kewibawaannya, serta mereka hormat pada keunggulan suku Quraisy. Dan jika kepemimpinan dipegang oleh suku lain,maka yang terjadi adalah pembangkangan serta berujung pada kehancuran.Padahal Nabi menginginkan persatuan, solidaritas, dan persaudaraan (Muqaddimah: 194).Tetapi menurut Ibn Khaldun hal ini jangan diartikan bahwa kepemimpinan itu dimonopoli oleh suku Quraisy,atau syarat keturunan Quraisy didahulukan daripada kemampuan.Ini hanya didasarkan pada kewibawaan dan solidaritas yang tinggi pada suku Quraisy pada saat itu,hingga ketika suku Quraisy telah dalam keadaan tidak berwibawa atau ada suku lain yang mempunyai ‘ashabiyyah yang tinggi dan kebibawaan yang tinggi dan juga kepemimpinan dari suku Quraisy sudah tidak dapat lagi diharapkan,maka kepemimpinan dapat berpindah kesuku atau kelompok lain yang mempunyai kewibawaan,solidaritas,dan kemampuan yang lebih.Pemikiran Ibn Khaldun dalam hal ini mirip dengan pemikiran Al-Mawardi ataupun Ghazali,bahwa khalifah haruslah dari golongan Quraisy. Tetapi Ibn Khaldun merealisasikannya dengan teori ‘Ashabiyyah seperti dijelaskan di atas.
Bentuk-Bentuk Pemerintahan
Ibn Khaldun berpendapat bentuk
pemerintahan ada 3:
1. Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Artinya, seorang raja dalam memerintah kerajaan (mulk) lebih mengikuti kehendak dan hawa nafsunya sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat yang akibatnya rakyat sukar mentaati akibat timbulnya terror, penindasan, dan anarki. Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
2. Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Bentuk Pemerintahan seperti ini dipuji disatu sisi tetapi dicela disatu sisi. Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu.
3. Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah),yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama,baik yang bersifat keduniawian maupun keukhrawian.
Menurut Ibn Khaldun model pemerintahan seperti inilah yang terbaik,karena dengan hukum yang bersumber dari ajaran Agama akan terjamin tidak saja keamanan dan kesejahteraan di dunia tetapi juga di akhirat.Dan karena yang dipakai sebagai asas kebijaksanaan pemerintahan itu adalah ajaran Agama, khususnya Islam, maka kepala Negara disebut Khalifah dan Imam.Khalifah,oleh karena ia adalah pengganti Nabi dalam memelihara kelestarian Agama dan kesejahteraan duniawi rakyatnya.
Imam, karena sebagai pemimpin dia ibarat Imam Salat yang harus diikuti oleh rakyatnya sebagai makmum (Muqaddimah: 191).Dari pembagian pemerintahan di atas,nampak bahwa Ibn Khaldun menempuh jalur baru dibanding Al-Farabi dan Ibn Abi Rabi’dalam pengklasifikasian pemerintahan.Ia tidak memandang pada sisi personalnya,juga pada jabatan Imam itu sendiri, melainkan pada makna fungsional keimamahan itu sendiri. Sehingga menurutnya substansi setiap pemerintahan adalah undang-undang yang menjelaskan karakter suatu sistem pemerintahan.
1. Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Artinya, seorang raja dalam memerintah kerajaan (mulk) lebih mengikuti kehendak dan hawa nafsunya sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat yang akibatnya rakyat sukar mentaati akibat timbulnya terror, penindasan, dan anarki. Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
2. Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Bentuk Pemerintahan seperti ini dipuji disatu sisi tetapi dicela disatu sisi. Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu.
3. Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah),yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama,baik yang bersifat keduniawian maupun keukhrawian.
Menurut Ibn Khaldun model pemerintahan seperti inilah yang terbaik,karena dengan hukum yang bersumber dari ajaran Agama akan terjamin tidak saja keamanan dan kesejahteraan di dunia tetapi juga di akhirat.Dan karena yang dipakai sebagai asas kebijaksanaan pemerintahan itu adalah ajaran Agama, khususnya Islam, maka kepala Negara disebut Khalifah dan Imam.Khalifah,oleh karena ia adalah pengganti Nabi dalam memelihara kelestarian Agama dan kesejahteraan duniawi rakyatnya.
Imam, karena sebagai pemimpin dia ibarat Imam Salat yang harus diikuti oleh rakyatnya sebagai makmum (Muqaddimah: 191).Dari pembagian pemerintahan di atas,nampak bahwa Ibn Khaldun menempuh jalur baru dibanding Al-Farabi dan Ibn Abi Rabi’dalam pengklasifikasian pemerintahan.Ia tidak memandang pada sisi personalnya,juga pada jabatan Imam itu sendiri, melainkan pada makna fungsional keimamahan itu sendiri. Sehingga menurutnya substansi setiap pemerintahan adalah undang-undang yang menjelaskan karakter suatu sistem pemerintahan.
Tahapan Timbul Tenggelamnya
Peradaban
Berdasarkan teorinya ‘ashabiyyah,Ibn Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu Negara atau
sebuah peradaban menjadi lima tahap,yaitu: (Muqaddimah: 175).
1.Tahap sukses atau tahap konsolidasi,dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
2.Tahap tirani,tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini,orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut.Penguasa menutup pintu bagi mereka yang ingin turut serta dalam pemerintahannya.Maka segala perhatiannya ditujukan untuk kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
3.Tahap sejahtera,ketika kedaulatan telah dinikmati.Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha membangun negara.
4.Tahap kepuasan hati, tentram dan damai.Pada tahap ini,penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
5.Tahap hidup boros dan berlebihan.Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya,pemuas hawa nafsu dan kesenangan.Pada tahap ini,negara tinggal menunggu kehancurannya.Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi,yaitu:
1.Tahap sukses atau tahap konsolidasi,dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
2.Tahap tirani,tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini,orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut.Penguasa menutup pintu bagi mereka yang ingin turut serta dalam pemerintahannya.Maka segala perhatiannya ditujukan untuk kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
3.Tahap sejahtera,ketika kedaulatan telah dinikmati.Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha membangun negara.
4.Tahap kepuasan hati, tentram dan damai.Pada tahap ini,penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
5.Tahap hidup boros dan berlebihan.Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya,pemuas hawa nafsu dan kesenangan.Pada tahap ini,negara tinggal menunggu kehancurannya.Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi,yaitu:
1. Generasi Pembangun, yang
dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk dibawah otoritas
kekuasaan yang didukungnya.
2. Generasi Penikmat, yakni
mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem
kekuasaan,menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara.
3. Generasi yang tidak lagi
memiliki hubungan emosionil dengan negara.Mereka dapat melakukan apa saja yang
mereka sukai tanpa memedulikan nasib negara.
Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi ketiga ini,maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu,dan menurut Ibnu Khaldun proses ini berlangsung sekitar satu abad.Ibn Khaldun juga menuturkan bahwa sebuah Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras,kemiskinan dan penuh perjuangan.Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras.Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru.Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban lain (Muqaddimah: 172). Tahapan-tahapan di atas kemudian terulang lagi,dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.
Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi ketiga ini,maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu,dan menurut Ibnu Khaldun proses ini berlangsung sekitar satu abad.Ibn Khaldun juga menuturkan bahwa sebuah Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras,kemiskinan dan penuh perjuangan.Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras.Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru.Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban lain (Muqaddimah: 172). Tahapan-tahapan di atas kemudian terulang lagi,dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun
yang bernilai sangat tinggi diantaranya,at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah
kitab autobiografi,catatan dari kitab sejarahnya);Muqaddimah (pendahuluan
atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab
al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan
pendapat-pendapat teologi,yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar
al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Bahkan buku ini telah
diterjemahkan dalam berbagai bahasa.Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang
disebut dengan‘gejala-gejala sosial’dengan metoda-metodanya yang masuk akal
yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial
tersebut.
Pada bab ke dua dan ke tiga,ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Pada bab ke dua dan ke tiga,ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara
tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta
menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap
gejala-gejala ini.Bab keempat dan kelima,menerangkan tentang ekonomi dalam individu,bermasyarakat maupun negara.Sedangkan bab ke-enam berbicara tentang
paedagogik,ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya.Sungguh mengagumkan sekali
sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi,sejarah,ekonomi,ilmu dan pengetahuan.Ia telah menjelaskan terbentuk dan
lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini
sekali,bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi
pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan
negara.Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan
kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi
ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan,kesenangan dan terbujuk oleh materi
sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara
itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan
musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
Ada beberapa catatan penting dari
sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran.Bahwa Ibnu Khaldun menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah.Ia adalah
seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang
luas.Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain
seorang pejabat penting,ia pun seorang penulis yang produktif.Ia menghargai
akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat.Bahkan ketidaksempurnaan dalam
tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran.
Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan
kondisi.
Karena pemikiran-pemikirannya
yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan
politik Islam. Dasar pendidikan Al-Qur’an yang diterapkan oleh ayahnya
menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam,dan giat mencari ilmu selain
ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Al-Qur’an, ia menjunjung tinggi
akan kehebatan Al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan olehnya,“Ketahuilah bahwa
pendidikan Al-Qur’an termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di
seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Al-Qur’an dapat meresap ke
dalam hati dan memperkuat iman.Dan pengajaran Al-Qur’an pun patut diutamakan
sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.
Jadi nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya,disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya.Kehancuran suatu negara,masyarakat atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual.Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat.Itulah kunci keberhasilan
Jadi nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya,disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya.Kehancuran suatu negara,masyarakat atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual.Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat.Itulah kunci keberhasilan
Dunia
mendaulatnya sebagai`Bapak Sosiologi Islam'Sebagai salah seorang pemikir
hebat dan serba bisa sepanjang masa.
Referensi: berbagai sumber ,https://id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar